Di desa Sarakh Alnasr yang terpencil, di ujung barat laut negara Thor, suasana terasa sangat sunyi dan mencekam. Setelah perjalanan panjang yang penuh penderitaan, Minshitar akhirnya tiba di desa tersebut, memegang mayat kedua kakaknya yang telah berubah menjadi emas, hasil dari serangan beruang emas di Hutan Skandinavia.
Desa itu selalu dikenal sebagai tempat yang keras, di mana hanya mereka yang berhasil melalui tantangan beruang emas yang dianggap dewasa. Kini, Minshitar seorang diri, tanpa kedua kakaknya, yang dulu bersamanya dalam ujian berat ini. Ia berjalan dengan langkah lambat, membawa tubuh kakaknya, Minotaur dan Judas, yang kini hanya bisa dikenang oleh desa sebagai patung emas yang mengerikan.
Saat ia memasuki desa, orang-orang yang ada di luar langsung terdiam. Semua mata tertuju pada Minshitar, yang membawa mayat kedua kakaknya. Mereka tahu apa yang telah terjadi. Tanpa satu kata pun, Minshitar berjalan dengan berat hati menuju rumah orang tuanya.
Minshitar merasa seolah dunia berhenti berputar, hatinya dipenuhi dengan kesedihan dan rasa bersalah. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana orang tuanya akan menerima kenyataan ini. Sesampainya di rumah, dia memanggul senjata tombaknya, yang kini terasa lebih berat dari sebelumnya.
Di depan kedua orang tuanya, Minshitar meletakkan mayat kedua kakaknya dengan penuh rasa kehilangan. Wajah orang tuanya yang penuh dengan harapan kini tertunduk lesu, menangis melihat kenyataan bahwa kedua anak mereka telah pergi. Ibu Minshitar, dengan air mata yang tak berhenti, merangkul kedua mayat anaknya yang berubah menjadi emas, sementara ayah Minshitar hanya bisa berdiri di sana, diam dengan tatapan kosong, seperti kehilangan separuh jiwanya.
Minshitar berdiri di sana, di tengah-tengah mereka, dengan hati yang hancur. Wajahnya yang biasanya keras dan tegas kini tergerus oleh emosi yang selama ini ia pendam. Menangis di hadapan orang tuanya, dia merasa seolah tak ada yang bisa menggantikan rasa sakit kehilangan yang dirasakannya.
"Tidak... ini semua salahku," bisik Minshitar dalam isak tangis. "Aku gagal menjaga mereka. Mereka adalah saudaraku... teman seperjuanganku, dan kini mereka sudah tiada..."
Air mata mengalir begitu saja dari mata Minshitar, dan dia merasakan beban berat di pundaknya. Dia merasa tak ada yang bisa mengembalikan kedua kakaknya. Semua kenangan tentang masa kecil mereka, latihan bersama, dan persahabatan mereka selama ini kini hanya tinggal kenangan.
Di tengah-tengah kesedihan yang mendalam, Minshitar bangkit perlahan. Dia menatap wajah kedua orang tuanya, yang masih terisak menangis. Dengan gemetar, dia berkata, "Aku bersumpah, ayah... ibu... Aku akan menjadi orang yang paling kuat di negara ini. Aku akan menjadi Jenderal, dan aku akan membalas kematian kakakku. Aku akan membuat mereka bangga. Aku akan melindungi negara ini dan memastikan tidak ada lagi yang akan merasakan kehilangan seperti yang aku rasakan."
Minshitar menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan kesedihan yang hampir menghancurkannya. Dengan suara yang penuh tekad, dia melanjutkan, "Aku tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan negara ini. Aku akan berjuang sampai titik darah penghabisan. Dan aku akan menjadi prajurit terkuat yang pernah ada."
Mendengar sumpah anaknya, kedua orang tuanya terdiam. Ayah Minshitar, yang sebelumnya tampak kehilangan harapan, akhirnya mengangguk perlahan. "Jika itu yang kau inginkan, Minshitar... maka jadilah yang terbaik. Jadilah Jenderal yang kuat. Untuk kakak-kakamu, untuk negara ini, dan untuk dirimu sendiri."
Minshitar kemudian berbalik dan meninggalkan rumah orang tuanya. Keputusannya sudah bulat. Dia akan bergabung dengan pasukan negara petir Thor, melatih diri, dan meraih kedudukan tertinggi untuk memastikan kejadian yang sama tidak akan terulang lagi. Dengan tekad yang kuat, dia akan melawan siapapun yang mengancam negara petir Thor, bahkan jika itu berarti melawan takdir yang telah merenggut kakak-kakaknya.
---
Perjalanan Menjadi Jenderal
Minshitar tidak lama setelah itu memulai perjalanan beratnya menuju markas besar pasukan negara petir Thor. Ia tahu bahwa untuk mencapai tujuannya, ia harus mengalahkan setiap rintangan yang menghadang. Tidak ada jalan yang mudah untuk menjadi seorang Jenderal yang dihormati. Di sana, ia akan berlatih keras, mengasah setiap keterampilan tempur yang dimilikinya, dan membuktikan bahwa dirinya adalah prajurit yang tak kenal takut.
Namun, perjalanan itu tidak hanya tentang kekuatan fisik. Bagi Minshitar, perjalanan ini adalah tentang memperbaiki dirinya sendiri, mengendalikan emosinya, dan belajar menjadi seorang pemimpin yang bijaksana. Dengan kenangan akan kedua kakaknya yang telah gugur, Minshitar menganggap setiap pelatihan dan pertempuran sebagai cara untuk membayar harga atas kehilangan yang ia alami.
Dengan waktu yang terus berjalan, Minshitar pun dikenal sebagai salah satu prajurit paling terlatih dan tak terkalahkan di negara petir Thor. Ia melatih dirinya tanpa henti, belajar dari setiap kegagalan, dan akhirnya, berhasil meraih gelar Jenderal. Namun, meskipun ia telah mencapai puncak kekuatan, Minshitar tahu bahwa perjalanan sejatinya baru dimulai.
Sumpah yang ia buat di hadapan kedua orang tuanya dan kakaknya yang telah tiada terus menggerakkan langkahnya. Ia akan menjadi yang terbaik. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk negara petir Thor, dan untuk kedua kakaknya yang telah meninggalkan jejak abadi dalam hidupnya.